IqbalShofwan

Les etude sur relation international me fait fou. Je m'appelle Iqbal Shoffan Shofwan, je suis ne 18 d'octobre 1978 au Payakumbuh - Sumatera Oest - Indonesie. J'ai fini mon ecole a Pascasarjana Hubungan International Universite Gadjah Mada de Yogyakarta au 2006.

Wednesday, June 14, 2006


ASEAN : Paradigma Baru

Berakhirnya Perang Dingin membawa dampak yang signifikan bagi ASEAN. ASEAN yang dulunya merupakan sebuah perhimpunan kerjasama yang bersifat low politics antar bangsa dikawasan Asia Tenggara, kini dengan alasan relevansi tuntutan jaman, “terpaksa” harus mengubah level kerjasama kearah high politics. Namun, ironisnya kesadaran ini datang setelah satu dekade Perang Dingin berakhir dalam konstelasi hubungan internasional. Dimana terungkap pada Bali Concord II pada tahun 2003 yang merupakan tonggak baru sejarah ASEAN. Dikatakan sebagai tonggak sejarah baru ASEAN karena melalui Bali Concord II tahun 2003 itu, ASEAN sepakat untuk mengubah ASEAN dari asosiasi perhimpunan negara-negara di Asia Tenggara menjadi Komunitas ASEAN (ASEAN Community) yang ditargetkan dapat dicapai pada tahun 2020. Untuk merealisasi Komunitas ASEAN tersebut, negara-negara ASEAN sepakat mewujudkannya melalui peningkatan kerjasama tiga pilar yaitu: Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community – ASC), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community –AEC), dan Komunitas Sosial-Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community). [1] Inilah yang kemudian kita sebut sebagai paradigma baru ASEAN.

Signifikansi Paradigma Baru

Paradigma Baru ASEAN, sebagaimana telah dikatakan di atas, mulai menapaki bidang kerjasama baru, yaitu bidang keamanan, yang bersifat high politics. Bidang kerjasama ini merupakan bidang yang sangat asing jika dibandingkan dengan pola-pola yang selama ini pernah diimplementasikan dalam ASEAN. Oleh karena itu sebelum mulai memikirkan bagaimana mekanisme paradigma baru ASEAN maka lebih baik kita juga harus tahu mengenai mengapa ada paradigma baru.

Signifikansi dari paradigma baru ASEAN tidak lepas dari perkembangan hubungan internasional pasca Perang Dingin. Dalam menjelaskan ini saya akan menggunakan perspektif outside looking in, e.g neo realis, neo liberal dan teori sistem. Artinya, perilaku negara-negara ditentukan oleh apa yang terjadi di dalam dunia internasional. hal ini berbeda dengan perspektif inside looking out, e.g realis dan liberal, dimana perilaku negaralah yang (dapat) menentukan dunia internasional. Dalam kasus ASEAN, tuntutan untuk mengubah paradigma ASEAN terjadi karena desakan internasional yang dalam hal ini ditandai dengan berakhirnya Perang Dingin (keamanan) dan tuntutan dari neo liberalisme (ekonomi).

Faktor Keamanan. Munculnya United States (US) sebagai pemenang dalam Perang Dingin telah mengubah bentuk tatanan dunia internasional dari bipolar menjadi unipolar. Dimana hanya tendapat satu superpower yang eksis dalam anarkisme internasional. Hal ini membuat negara-negara lain, apalagi negara-negara yang tidak beraliansi dengan US selama Perang Dingin berlangsung, merasa perlu untuk menghadirkan/menciptakan kekuatan lain yang berfungsi sebagai balanceur untuk menandingi atau setidaknya merupakan mitra wicara yang memiliki bergaining position yang kurang lebih sepadan dengan US.

Unilateralisme US kemudian memunculkan kekuatan-kekuatan baru yang berfungsi sebagai counter hegemony US. Hal ini dapat dilihat dari progresifitas Uni Eropa dan kamajuan yang agresif dan mencengangkan, baik secara ekonomi, militer, dan ilmu pengetahuan oleh Cina. Oleh karena itu, dengan memanfaatkan momen yang sedang terjadi, ASEAN juga berupaya melakukan upaya-upaya yang progresif untuk menyepadankan sesuai dengan kebutuhan dalam hubungan internasional. Maka dari itu perubahan paradigma ASEAN merupakan keharusan yang, seharusnya, tidak diperdebatkan lagi.

Faktor Ekonomi. Kapitalisme kemudian menuntut terbentuknya neo liberalisme. Neo-liberalisme berasusmi pada konsep klasik ekonomi liberal laissez faire yang dilaksanakan lebih radikal. Neo liberalisme memimpikan terbentuknya rezim perdagangan bebas dimana ia mengeleminasi hambatan-hambatan perdagangan seperti tarif dan kuota dari intervensi negara. Artinya membiarkan keseluruhan prosesnya pada mekanisme pasar.

Desakan dari neo liberal ini mempengaruhi terbentuknya paradigma baru ASEAN. Dimana, sejak tahun 1993, ASEAN mencanangkan program ASEAN Free Trade Area (AFTA). AFTA dibentuk untuk meningkatkan daya tarik ASEAN sebagai basis proses produksi dengan adanya pengembangan suatu pasar regional. AFTA akan dicapai dengan cara menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan berupa tarif maupun hambatan-hambatan non tarif dalam waktu 15 tahun terhitung 1 Januari 1993 dengan menggunakan Skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) sebagai mekanisme utamanya.[2] Hal ini menunjukkan keseriusan negara-negara Asia Tenggara dalam menyambut sebuah era perdagangan baru.

What’s Next ?

Uraian diatas hendaknya memberikan pemahaman yang mendesar tentang apa sebenarnya yang terjadi disekitar kita saat ini. Sehingga dapat membangkitkan awareness kita sebagai bangsa-bangsa Asia Tenggara untuk lebih siap menghadapi tantangan-tantangan di masa mendatang. Upaya ini sangat penting, karena ini bukan semata-mata tugas yang diemban negara untuk melaksanakan program-program ASEAN. Karena apa yang telah/akan dilakukan oleh negara semuanya tertuju dan diabdikan demi kepentingan nasional. Sebagai warga negara, kitalah yang merupakan prioritas utama kepentingan nasional. Hal yang patut diingat ialah, banyak manusia yang tidak sadar mengapa harus bernegara. Bernegara merupakan suatu kontrak sosial, dimana negara merupakan lembaga yang kita tunjuk untuk melaksanakan dan mengatur tugas-tugasnya demi terciptanya order.

Jika rakyat memahami apa itu ASEAN, maka interaksi positif antara pemerintah sebagai penyelenggara dan rakyat sebagai obyek pasti akan terjadi. Memang kita tentu tidak dapat menutup mata dengan pihak-pihak yang kontra, namun hendaknya negasi maupun kontradiksi yang tercipta hendaknya dijadikan “lecutan” untuk menuju progresifitas.





















Ecriré par Iqbal Shofwan






[1] Direktorat Jendral kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri RI, Prospek dan Tantangan ASEAN Security Community, Kuliah Umum Mahasiswa Pascasarjana FISIP UI, Depok, 8 september 2004.
[2] http://www.deplu.go.id/?hotnews_id=265

0 Comments:

Post a Comment

<< Home